Tari Ratoh Jaroe: Pesona Tarian Seribu Tangan Khas Aceh

Tari Ratoh Jaroe: Pesona Tarian Seribu Tangan Khas Aceh – Tari Ratoh Jaroe adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Aceh, provinsi di ujung barat Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi. Tarian ini dikenal dengan gerakan cepat, kompak, dan harmonis yang dilakukan oleh penari wanita dalam jumlah besar, sehingga menciptakan ilusi seperti “tarian seribu tangan.” Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Ratoh Jaroe sarat akan makna, nilai kebersamaan, serta pesan moral yang diwariskan turun-temurun.

Keunikan Tari Ratoh Jaroe tidak hanya terletak pada pola gerakannya, tetapi juga pada kostum, iringan musik, dan pesan yang disampaikan. Tarian ini bahkan pernah mencuri perhatian dunia ketika ditampilkan pada pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta, di mana ratusan penari tampil serentak memukau jutaan penonton. Keindahannya menjadi simbol harmoni, persatuan, dan kekayaan budaya Indonesia.


Sejarah dan Filosofi Tari Ratoh Jaroe

Tari Ratoh Jaroe memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan budaya masyarakat Aceh. Kata “Ratoh” berarti nyanyian atau syair, sedangkan “Jaroe” berarti tangan. Secara harfiah, Ratoh Jaroe bisa diartikan sebagai “nyanyian tangan,” merujuk pada gerakan tangan yang selaras dengan lantunan syair dan irama musik. Tarian ini dipercaya sudah ada sejak abad ke-17 dan awalnya menjadi bagian dari kegiatan keagamaan atau perayaan adat.

Pada masa lalu, tarian ini biasanya dibawakan untuk menyambut tamu penting atau dalam acara perayaan besar seperti Maulid Nabi Muhammad SAW. Ratoh Jaroe juga sering digunakan sebagai sarana dakwah, di mana syair-syairnya mengandung pesan moral, nilai-nilai agama, dan ajakan untuk hidup rukun.

Filosofi yang terkandung dalam Tari Ratoh Jaroe mencerminkan prinsip masyarakat Aceh yang menjunjung tinggi kebersamaan dan kekompakan. Gerakan yang dilakukan serentak menggambarkan bahwa kehidupan yang harmonis hanya dapat terwujud jika setiap individu saling bekerja sama. Selain itu, gerakan tubuh yang dinamis melambangkan semangat, keteguhan hati, dan ketangkasan masyarakat Aceh.


Keindahan Gerak, Kostum, dan Musik Pengiring

Tari Ratoh Jaroe terkenal dengan pola gerakannya yang cepat, teratur, dan penuh energi. Para penari duduk berbaris rapi di lantai, biasanya dalam jumlah besar, lalu menggerakkan tangan, kepala, dan tubuh mereka secara sinkron. Ilusi “tarian seribu tangan” tercipta karena setiap gerakan dilakukan bersamaan, membentuk pola visual yang memukau.

Gerakan dalam tari ini terdiri dari kombinasi tepukan tangan, hentakan dada, gerakan kepala, dan permainan formasi. Kecepatan gerakan bertambah seiring irama musik, sehingga penonton merasakan intensitas dan kekuatan tarian dari awal hingga akhir. Tidak hanya memerlukan keterampilan teknis, Ratoh Jaroe juga menuntut konsentrasi tinggi dan kedisiplinan agar semua penari bergerak serempak.

Kostum para penari Ratoh Jaroe juga menjadi daya tarik tersendiri. Mereka mengenakan pakaian tradisional Aceh yang berwarna cerah seperti merah, kuning, dan hijau, dilengkapi dengan hiasan kepala khas yang disebut meukeutop atau mahkota kain. Warna-warna tersebut melambangkan semangat, kejayaan, dan kemakmuran.

Musik pengiring tarian ini biasanya berupa pukulan rapa’i (alat musik perkusi khas Aceh) yang menghasilkan ritme cepat dan menghentak. Lantunan syair atau nyanyian yang mengiringi tarian berisi pesan moral, kisah sejarah, atau pujian kepada Tuhan. Perpaduan antara musik, syair, dan gerakan menciptakan pengalaman artistik yang utuh dan berkesan.


Ratoh Jaroe di Era Modern dan Pentas Dunia

Seiring perkembangan zaman, Tari Ratoh Jaroe tidak lagi hanya dipentaskan pada acara adat, tetapi juga di panggung nasional dan internasional. Banyak sekolah, universitas, dan sanggar seni di Aceh maupun luar daerah yang melatih tarian ini sebagai bentuk pelestarian budaya.

Puncak perhatian dunia terhadap Ratoh Jaroe terjadi saat pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta. Sebanyak 1.600 penari dari berbagai sekolah menampilkan tarian ini di Stadion Gelora Bung Karno. Formasi besar dan gerakan yang sempurna menciptakan momen bersejarah yang membanggakan, sekaligus memperkenalkan budaya Aceh ke mata dunia.

Tidak hanya di Indonesia, Ratoh Jaroe juga pernah ditampilkan di berbagai negara seperti Malaysia, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat. Pertunjukan ini menjadi media diplomasi budaya yang efektif, menunjukkan bahwa seni tradisional Indonesia memiliki daya tarik universal.

Namun, meski popularitasnya semakin meningkat, tantangan tetap ada. Globalisasi dan masuknya budaya asing membuat generasi muda perlu didorong untuk terus mempelajari dan melestarikan tarian ini. Beberapa sanggar seni kini menggabungkan Ratoh Jaroe dengan elemen tari modern untuk menarik minat remaja, tanpa menghilangkan nilai dan makna aslinya.


Kesimpulan

Tari Ratoh Jaroe bukan sekadar tarian indah dari Aceh, tetapi juga sebuah warisan budaya yang mengandung filosofi kebersamaan, disiplin, dan penghormatan terhadap tradisi. Gerakan kompak, musik menghentak, dan kostum penuh warna membuatnya memukau di setiap penampilan.

Perjalanan Ratoh Jaroe dari panggung adat hingga kancah internasional membuktikan bahwa seni tradisional mampu beradaptasi dan tetap relevan di era modern. Pelestarian tarian ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat Aceh, tetapi juga seluruh bangsa Indonesia, agar generasi mendatang dapat terus menikmati dan mempelajari keindahan seni ini.

Dengan mempertahankan nilai-nilai asli sekaligus berinovasi dalam penyajian, Tari Ratoh Jaroe akan terus menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia—sebuah simbol harmoni, persatuan, dan kekayaan budaya Nusantara.

Scroll to Top